Kamis, 12 Juli 2012

~Bertobat dikayu salib~ Lalu ia berkata: ”Yesus, ingatlah aku, apabila Engkau datang sebagai Raja” (Lukas 23:42). Enak, ya, jadi penjahat yang disalib ber­sama dengan Yesus itu. Bertobat lang­­­sung masuk ke surga. Coba kalau kita bi­sa bersenang-senang sepuasnya dulu di du­­nia, lalu sebelum mati baru kita ber­to­bat,” kelakar seorang teman. Per­ta­nya­an­nya, benarkah penjahat itu bertobat secara “enak”? Kita lihat dulu dari sisi Tuhan Yesus. Pe­­nam­pilan-Nya saat itu betul-betul tak men­janjikan. Dia lebih mirip seorang pe­sa­kit­­an daripada seorang Juru Selamat. Se­la­in kondisi fisik-Nya yang begitu buruk dan me­­ngerikan, ejekan, olok-olok, dan hu­­jat­an pun menimpa-Nya secara bertubi-tubi. Si penjahat sendiri juga sedang me­nang­­gung penyaliban. Penyaliban diakui se­­bagai bentuk hukuman mati yang paling ke­ji dan paling menyiksa. Kesengsaraan yang diakibatkannya ber­lang­sung secara pelan, tetapi pasti. Penderitaannya seakan tidak ber­­ujung. Seseorang menulis, “Dalam keadaan seperti itu, Anda cu­ma bisa berdoa atau mengutuk.” Akan tetapi, si penjahat memilih untuk mengamati Si Terhukum di se­belahnya, mencerna pembicaraan orang tentang-Nya, dan mem­ban­tah hujatan penjahat lain terhadap-Nya. Dan, akhirnya ia pun sam­pai pada pengakuan bahwa Si Terhukum ini sejatinya ada­lah Sang Raja! Apakah Anda akan mengatakan bahwa itu keputusan yang diambil secara gampang dan “enak”? Pertobatan, dari sudut pandang manusia, tidak pernah enak. Itu ber­arti meninggalkan keinginan egois agar kita dapat menyambut ke­­hendak Tuhan. Siapa yang melakukannya, tanpa harus mati dulu se­perti si penjahat, maka ia akan menemukan Firdaus—lambang su­­kacita yang paling dalam—hari ini juga. Bersediakah Anda? MENINGGALKAN KEINGINAN EGOIS DAN MENYAMBUT KEHENDAK TUHAN ADALAH SATU-SATUNYA JALAN MENUJU KEBAHAGIAAN SEJATI (sumber:Renungan Harian)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar