Selasa, 10 Juli 2012

"BERAGAMA TAPI TAK MENGENAL TUHAN!" Hakim-Hakim 19:16-30 Nas ini memperlihatkan salah satu contoh terbesar dari pencemaran dan kebejatan moral manusia terhadap Allah terjadi di Gibea, ketika orang-orang yang dahulu menjadi umat Allah menyerahkan diri kepada nafsu homoseksual dan pemerkosaan (bd. Hos 9:9; Hos 10:9). Tidak kurang, para imam dari suku Lewi yang mestinya jadi panutan umat, malah memiliki gundik pemuas hawa nafsu seksual. Jangan tanyakan soal keadilan, karena hukum rimba yang berlaku. Mereka telah menjadi seperti orang Sodom (Kej 19:1-11). Di daerah Gibea, yang dikira dianggap “baik”, eh... ternyata tidak kurang jahatnya. Justru di daerah ini terjadi perlakuan kasar terjadi. Orang-orang suku Benyamin, orang-orang dursila datang. Mereka menggedor-gedor pintu tempat imam dan gundiknya bermalam. Mereka tak perduli, walau telah diperingatkan oleh sang tuan rumah. Orang-orang benyamin tetap bersikeras, dan beringas! Mereka memperkosa! Memuaskan nafsu setannya! Kita jadi teringat apa yang terjadi di tanah air kita sendiri. Tidak kurang beringasnya demo terjadi. Merusak apa saja. Oh, yang tidak kalah menggelitik, bahwa itu katanya demi membela agama dan kebenaran! Saudara, lalu siapa lagi yang dapat kita teladani?! Bila para pemimpin, entah pemimpin agama, entah pemimpin masyarakat saja sudah tak dapat dicontohi?! Lalu apa lagi landasan kebenaran, bila ajaran agama sendiri telah korup? Bila para imam sendiri boleh punya gundik, beristri banyak, dibenarkan oleh ajaran agama ciptaan sendiri, bagaimana lagi sikap para umat, para pengikutnya ?! Oh, para orang Lewi, para imam, para teladan iman, pusat harapan seribu umat, sejuta umat, semilyar umat.........?! Oh, para pemimpin yang seharusnya mengurus, tapi malah tidak terurus...?! Oh, masyarakat yang katanya ber-Pancasila, paling beragama di dunia...... Malah beringas memperlakukan sesamanya, terkadang lebih jahat dari binatang yang hanya menggunakan hukum rimba?! Kita jadi teringat pepatah orang-orang tua dulu, “Guru kencing berdiri, murid kencing berlari!” Kita jadi menggilik menyaksikan menjamurnya bangunan rumah-rumah ibadah, tidak kurang menara-menaranya berjuntai ke langit! Tapi para penganutnya malah jadi sumber masalah?! Akhir-akhir ini di dalam kehidupan bangsa kita banyak terjadi peristiwa yang memprihatinkan dan menyayat hati. Tak ubahnya seperti jaman Hakim-Hakim. Bukan hanya di Barat, tetapi di tanah air kita sendiri, pornografi, pornoaksi, malah menjadi-jadi. Demikian pun soal kekerasan dengan berbagai bentuk alasan, dari tawuran antar pelajar, hingga pembataian sadis atas nama agama, pembela Tuhan dan kebenaran. Lalu masalah hukum dan keadilan? Akh... anak-anak mencuri sandal jepit diancam hukuman berat, orang gila mencuri pisang dibawa ke pengadilan, nenek-nenek renta mengambil beberapa buah coklat dihukum, ada yang dituduh mencuri beberapa buah piring sampai dibawa ke Mahkamah Agung. Apakah negara kita lebih baik keadaannya seperti dalam nas ini? Oh, setali tiga uang seperti jaman Hakim-Hakim yang tak mengenal Tuhan! Padahal katanya, negara kita adalah negara yang berfalsafah “KeTuhanan Yang Maha Esa” sila pertamanya, Pancasila dasar negara. Demikian pun katanya negara kita adalah negara hukum, berlandaskan hukum, berkeadilan sosial, salah satu bunyi teksnya juga dalam Pancasila. Melihat fenomena ini, layakkah kita mengatakan bangsa kita ini bangsa yang religius? Layakkah kita mengatakan bangsa kita bangsa yang ber-Pancasila? Sementara kita melihat banyak para perampok harta negara, yang nota bene harta rakyat dibiarkan saja bebas berkeliaran? Kalau juga dihukum mereka dikenakan pidana ringan. Atau kemudian juga diberikan berbagai kemudahan di penjara, atau diberi diskon atas hukumannya, atau walau dipenjara masih bisa jalan-jalan ke Luar Negeri. Bangsa kita sedang sakit, tidak mampu menerapkan apa yang diakuinya sebagai manusia beriman (beragama) atau manusia bermoral (ber-Pancasila) dalam kehidupan nyata sehari hari-hari dengan menerapkan hidup berkeadilan. Ya, Keadilan di bidang hukum, keadilan sosial, keadilan ekonomi, keadilan politik dan keadilan di segala bidang kehidupan. Bilamana bangsa ini sehat, maka seharusnya memiliki mata yang terbuka, telinga yang terbuka akan persoalan di dalam masyarakat yang sedang berteriak mendambakan keadilan dalam berbagai bidang kehidupan. Mestinya di negara yang ber-keadilan, yang bersalah seharusnya dihukum sesuai dengan kesalahannya. Besar kesalahannya besar pula hukumannya, kecil kesalahannya kecil pula hukumannya. Lebih-lebih kalau para penegak hukum dan pemerintah dan wakil rakyat dan seluruh lapisana masyarakat mampu memahami alasan dan motivasi mengapa mereka berbuat demikian. Koruptor, manipulator dilakukan karena kerakusan dan kejahatan. Para pencuri sandal jepit, pencuri pisang, dan bibit coklat melakukannya karena mereka terjepit, terhimpit, lalu terpaksa melakukan. Karena kalau tidak melakukannya mereka mati. Keadilan dan kebenaran hanya bisa ditegakkan apabila ada kasih dan terang. Kasih tidak berbuat jahat, tidak memperlakukan orang kecil semena-mena. Kasih peduli terhadap orang lain, tidak berbuat jahat, ikhlas menyisihkan sebagian rejekinya tanpa publikasi untuk orang yang membutuhkan. Kasih mampu mengampuni atas kesalahan orang kecil yang tidak berdaya, berbagi terhadap mereka yang ada dalam kesusahan. Bukan hanya enak sendiri, cari selamat sendiri! Nas ini mengingatkan sekaligus menyadarkan kita, jika memang kita mau sadar bahwa waktu sudah semakin malam, keadaan semakin kritis. Hari Tuhan sudah semakin dekat. Kalau kita terlambat bertobat untuk berbenah diri, Tuhan pasti melakukan perhitungan terhadap semua orang, juga kepada kita orang percaya. Amin! (Renungan Iman GKE - Senin, 09 Juli 2012)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar