Jumat, 25 November 2011

Praktik lawan Ucapan


Baru-baru ini di Amerika, seorang bapa yang merampok bank dilaporkan ke polisi oleh anaknya sendiri. Saat anaknya iseng-iseng mengakses arsip polisi di internet ia terlihat rekaman video satu perampokan yang sedang berlangsung di dalam bank. Walaupun perampok yang sedang beraksi itu memakai topeng tetapi sang anak dapat mengenal bahwa yang sedang merampok bank itu ayahnya. Kecurigaannya terbukti saat ia melihat mobil yang dipakai perampok untuk melarikan diri, model mobil itu sama persis dengan mobil milik ayahnya. Sang anak berada dalam keadaan dilematis dan ia langsung meminta semua saudaranya untuk berkumpul. Setelah mereka mendiskusikan hal itu dengan saksama, mereka dengan hati yang berat dan sedih memutuskan untuk melaporkan sang ayah yang sudah berusia 60-an tahun itu ke pihak kepolisian. Akhirnya terbongkar bahwa ayahnya sudah beberapa kali melakukan perampokan di kota yang jauh dari tempat tinggalnya. Ternyata ia membutuhkan uang untuk berjudi di kasino dan berfoya-foya dengan teman wanitanya. Saat anaknya ditanya apa yang memotivasinya untuk melaporkan ayahnya, ia berkata bahwa ia melakukan hal itu justru karena ayahnya sejak kecil telah menanamkan nilai-nilai yang baik ke dalam dirinya, termasuk menjadi warga yang baik dan taat hukum. Adalah sangat sulit baginya untuk tidak melakukan hal yang benar.
Kisah nyata ini dengan baik menggambarkan kepada kita satu hal yang lazim terjadi dalam kehidupan kita, yakni apa yang kita katakan atau ajarkan seringkali tidak sesuai dengan apa yang kita lakukan! Bukankah begitu? Sang ayah sejak kecil sudah mendidik anak-anaknya dengan baik dan ia berhasil menanamkan nilai-nilai yang positif ke dalam diri anak-anaknya, namun dirinya sendiri gagal menerapkan ajarannya sendiri.
Hal ini membuat saya mengintrospeksi diri. Sebagai seorang pengikut Kristus kita sudah menerima begitu banyak ajaran tentang apa yang baik. Sejak kecil mengikuti kelas minggu dan saban minggu mendengar khotbah. Kita tahu apa yang baik dan kita bahkan akan dengan bersungguh-sungguh dan penuh kegairahan mengatakan apa yang baik saat kita diminta untuk memberikan nasihat. Saat teman kita merasa diperlakukan tidak adil, kita akan menasihatinya untuk bersabar dan mengampuni orang yang telah menyakitinya. Namun saat kita sendiri menjadi korban ketidak-adilan, belum tentu kita dapat mengampuni. Terjadi kesenjangan di antara apa yang kita katakan dengan apa yang kita lakukan.
Orang Kristen seringkali tidak mempunyai kekuatan moral untuk memberi nasihat kepada orang lain justru karena kita hanya seperti gong yang berkumandang tetapi tidak ada isinya. Saya sendiri seringkali merasa sangat malu saat merenungkan kegagalan kita untuk hidup sesuai dengan ajaran Kristus. Tidaklah heran mengapa walaupun banyak orang yang kagum dengan Yesus dan ajaran-Nya tetapi mereka tetap tidak mau memberikan diri menjadi pengikut-Nya. Salah satu tokoh yang berkata demikian adalah Mahatma Gandhi. Dalam hidupnya ia mempunyai banyak kesempatan untuk bergaul dengan orang Kristen, walaupun ada yang memberikan dampak yang baik kepadanya, namun sayangnya banyak juga yang menjadi batu sandungan baginya.
Gandhi terkenal sebagai sosok yang tidak akan mengatakan apa yang ia sendiri tidak lakukan. Sekali peristiwa, seorang wanita di kampungnya meminta Gandhi untuk menyuruh putranya untuk berhenti mengudap gula karena kebiasaan itu tidak baik bagi kesehatannya. Anaknya tidak mau mendengar larangannya, namun wanita itu tahu ia akan mendengarkan perintah Gandhi. Jadi suatu hari ia membawa anaknya untuk bertemu Gandhi. Dalam pertemuan pertama itu,Gandhi mengatakan, "Bawa kembali anakmu ke sini dalam waktu satu minggu, dan aku akan menyuruhnya untuk tidak makan gula lagi." Sesuai janji, seminggu kemudian wanita itu kembali dengan putranya. Gandhi menatap mata anak tersebut dan berkata kepadanya untuk tidak lagi memakan gula. Setelah anaknya meninggalkan ruangan, sang ibu bertanya ke Gandhi, "Bapu, mengapa Bapu harus menunggu sampai seminggu? Bukankah Bapu bisa mengatakannya minggu lalu? "Tidak bisa", jawab Gandhi. "Minggu lalu aku sendiri makan gula." Itulah kekuatan moral dari seorang Gandhi.
Jika setiap dari kita, pengikut Yesus, menerapkan apa yang kita ucapkan, niscaya kata-kata kita juga akan berdampak ke atas orang yang mendengarkan kita. Janganlah kita menjadi seperti orang Farisi yang tidak menjalankan apa yang mereka ajarkan (Matius 23:3).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar