Minggu, 13 Mei 2012

" Kesempurnaan "


Di Brooklyn, New York, Cush ada sebuah sekolah luar biasa bagi anak-anak cacat. Beberapa anak tetap tinggal di Cush selama masa sekolahnya. Sedangkan yang lain diperbolehkan melanjutkan ke sekolah biasa.

Pada suatu malam pengumpulan dana, salah seorang ayah yang anaknya bersekolah di Cush memberikan pidato yang tak terlupakan oleh para hadirin.

Setelah memuji sekolah dan para staff yang telah menunjukkan dedikasinya yang tinggi, ia menangis, " Dimanakah kesempurnaan diri anak saya, Shay? Bukankah semua yang Tuhan ciptakan adalah sempurna? Tetapi mengapa anak saya tidak bisa mengerti sebagaimana anak-anak yang lain? Mengapa anak saya tidak bisa mengingat angka dan gambar sebagaimana anak-anak lain? Dimanakah kesempurnaan Tuhan?"

Para hadirin amat terkejut, tersentuh dengan kesedihan si ayah dan terdiam oleh pertanyaan itu. "Saya percaya," jawab si ayah, "bahwa ketika Tuhan melahirkan seorang anak seperti anak saya ke dunia ini, kesempurnaan yang dicarinya terletak pada bagaimana perlakuan orang-orang lain terhadap anak itu." Kemudian ia menceritakan kisah berikut ini mengenai anaknya, Shay.

Suatu sore, Shay dan ayahnya berjalan-jalan melintasi taman dimana beberapa anak lelaki yang Shay kenal sedang bermain baseball, Shay memohon pada Ayahnya, "Yah, menurut ayah apakah mereka membolehkan saya ikut bermain?"

Ayah Shay mengerti bahwa anaknya tidak memiliki kemampuan atletik dan pasti semua anak lelaki takkan mengijinkan bermain dalam tim mereka. Tetapi ayah Shay mengerti juga bahwa jika anaknya bisa ikut bermain maka Shay akan merasakan kebahagiaan bisa turut memiliki. Kemudian, Ayah Shay mendekati seorang anak lelaki yang ada di lapangan itu dan bertanya kalau-kalau Shay boleh ikut bermain. Setelah berunding dengan teman-temannya anak tersebut mengatakan "Saya pikir anak anda bisa bergabung dalam tim. Kami akan menempatkannya sebagai peukul di inning ke sembilan."

Ayah Shay amat senang. Shay pun tersenyum lebar. Shay diminta untuk mengenakan sarung tangan dan menunggu di barisan tunggu luar lapangan. Hingga tiba giliran Shay memukul. Apakah tim Shay akan benar-benar memasukkan Shay sebagai pemukul berikutnya dan mengambil resiko untuk kemenangan mereka yang sudah berada di genggaman?

Amat mengejutkan, Shay diijinkan untuk memukul. Semua orang tahu bahwa hal itu hampir-hampir mustahil karena Shay sama sekali tidak tahu bagaimana memegang tongkat pemukul baseball. Bagaimanapun Shay maju ke papan pemukul.

Ketika bola dilemparkan, Shay dan rekannya yang membantu memegangi tongkat pemukul itu akhirny abisa memukul bola itu perlahan sekali ke arah pitcher. Sang pitcher menangkap bola yang menggelinding di tanah dengan perlahan. Ia harus melemparkan bola itu ke penjaga di base pertama. Dengan demikian Shay bisa saja gagal mencapai base pertama, keluar daripertandingan dan timnya pasti menderita kekalahan.

Tapi apa yang terjadi? Si pitcher melemparkan bola itu ke kanan jauh ke atas melewati kepala penjaga base pertama sehingga tak terjangkau. Semua orang lalu berteriak-teriak, "Shay, ayo lari ke base pertama. Lari ke base pertama!". Belum pernah selama hidupnya Shay lari ke base pertama. Ia tergesa-gesa lari ke base pertama. Bola matanya berbinar-binar.Ketika ia tiba di base pertama, penjaga base di sebelah kanan memungut bola. Ia bisa saja melemparkan bola itu ke penjaga base kedua yang akan mengalahkan Shay. Tapi ia melempar bola itu jauh ke atas kepala sehingga tak tertangkap oleh penjaga base kedua.

Lalu semua orang berteriak, "Shay, ayo lari ke base kedua, ayo lari ke base kedua." Shay lari ke base kedua. Begitu ia tiba di base kedua, penjaga tim lawan melempar bola jauh ke atas hingga tak terjangkau oleh penjaga base ketiga. Lalu mereka semua berteriak agar Shay lari ke base ketiga. Ketika Shay berlari ke base ketiga, semua anak di kedua tim yang sedang saling berlawanan itu berteriak "Ayo Shay, lari sampai akhir base. Alri sampai akhir base!" Maka Shay pun berlari hingga akhir base,menginjak papan terakhir. Serentak ke delapan belas anak yang sedang bermain itu memeluk dan mengangkat Shay di atas pundak dan membuatnya seperti pahlawan kemenangan untuk timnya.

"Pada hari itu." Kata ayah Shay dengan lembut,mata yang berkaca-kaca kini tak tahan meneteskan air mata, "kedelapan belas anak lelaki itu telah menemukana kesempurnaan Tuhan."

Raihlah kesempurnaan itu.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar